Tradisi Ambelu atau masyarakat Selayar lebih mengenalnya dengan sebutan Ngara’ Pandang merupakan salah satu tradisi yang dilakukan tiap tahunnya untuk memperingati Hari Kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad S.A.W. Kebersamaan dan kemeriahan dari tradisi ini diikuti oleh para tulolona (remaja laki-laki dan perempuan) mengikuti peringatan Maulid. Pada prosesnya, Ambelu merupakan salah satu rangkaian pada acara peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan. Untuk peserta muda-mudi yang mengikuti, jumlahnya tidak menentu, namun dilihat dari jumlah peserta tiap tahunnya, para perempuan lebih banyak ketimbang para laki-laki. Para tradisi ini, aturan tradisinya cukup sederhana, para muda-mudi akan saling duduk berhadapan dengan bahan-bahan acara tepat di depan mereka masing-masing. Bahan atau peralatan yang mereka gunakan untuk tradisi ambelu, adalah daun pandan, Balehang (sebuah bambu yang memiliki lubang ditengah), dan sebuah pisau. Pembagian peran dalam trradisi Ambelu ini yaitu Perempuan akan bertugas memasukkan daun pandan pada Belehang tersebut dengan pisau, kemudian bagi laki-laki, perannya adalah mengiris (ngara’) daun pandan yang telah dimasukkan pada bahelang tersebut. Para laki-laki pun mulai mengiris daun pandan yang telah disediakan pihak perempuan. Setelah daun pandan diiris, bahelang diserahkan kembali ke perempuan yang berada di hadapannya, kemudian diisi kembali oleh perempuan. Tidak hanya diserahkan kembali ke perempuan yang berada di depannnya, para laki-laki juga dapat mengganti pasangannya, dengan menyerahkan kepada perempuan yang duduk jauh darinya. Untuk aturan peserta, para perempuan tidak dapat diganti pada tradisi ini, hanya peserta laki-laki yang berselang waktu akan bergantian duduk dan mengiris pandan, hal ini bisa dilakukan jika ada peserta laki-laki yang berminat mengikuti. Pada Subtansi dan makna dari tradisi Ambelu ini lebih tepatnya mengarah pada konsep ajang pencarian jodoh bagi para muda-mudi, dimana dalam kegiatan ini, mereka berharap dapat menemukan pujaan hati, melengkapi komunikasi, fungsi sosial dan tentu saja sebagai ajang saliturahim bagi mereka. Biasanya, Tradisi ini akan berlangsung hingga dini hari, dan sampai saat ini, tradisi ini masih dilestarikan oleh masyarakat desa Bontolempangan.