Sejarah Nepo Berpedoman Pada Munculnya Suppa Dan Sidenreng Sebagai Bagian Dari Jaringan Perdagangan Asia Tenggara. Awal Pembentukan Pemerintahan, Sebagai Kerajaan Passijiangeng Antara Sidenreng, Suppa Dan Sawitto Dikutip Naskah Lontara Nepo. Pada Masa Pemerintahannya Diperintah Oleh Arung Patappuloe Itu Pada Abad Ke-16 Raja Ini Terdiri Dari Satu Rumpun Keluarga Sehingga Pada Saat Itu Ada Acara Hajatan Maka Kerajaan Tetangganya Direpotkan Karena Ke-40 Raja Tersebut Sama Semua Kedudukannya Sehingga Suatu Hari Datu Suppa Mengajukan Salah Seorang Anaknya Namanya Labongngo Sebagai Calon Raja Dan Dengan Spontan Raja Patappuloe Setuju Maka Dengan Demikian Berakhirlah Kekuasaan Raja Patappuloe Dan Diangkatlah Labongngo Sebagai Raja Nepo. Pada Tahun 1973 Desa Nepo mendapat pengakuan secara hukum dari Pemerintah Kabupaten Barru sebagai Desa. Desa Nepo juga Merupakan kampung Habibie kecil yang ditandai dengan adanya masjid yang dibangun pada masa Habibie, dan juga adanya tempat mandi-mandi beliau saat kecil. Desa Wisata Bumi Nepo juga dilengkapi dengan sumber daya alam dan budaya yang masih dipegang erat oleh masyarakat setempat seperti gotong royong, mappalili (ritual musyawarah sebelum turun sawah), Mappadendang (syukuran pesta panen). selain itu juga dilengkapi dengan fasilitas umum yaitu Balai pertemuan, tempat beribadah. Dari segi kuliner, Desa Nepo Memiliki kue 7 macam ( Beppa pitung Rupa). yang dimana kue ini banyak ditemui pada acara pernikahan adat bugis khususnya di Desa Nepo, Aqiqah, dan acara adat lainnya. adapun nama-nama kue 7 macam itu yaitu Onde-Onde, Jompo-Jompo, Sawella, Barongko, Beppa Oto', Putu Pesse' dan Bandang-Bandang.